Monday, May 19, 2014

Sekuat apakah kita ?

Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwah

"Setiap kita akan senantiasa diuji oleh Allah SWT pada titik-titik kelemahan kita.

Orang yang lemah dalam urusan uang namun kuat terhadap fitnah jabatan dan wanita
tidak akan pernah diuji dengan wanita atau jabatan.

Tetapi orang yang lemah dalam urusan wanita namun kuat dalam urusan uang
tidak akan pernah diuji dengan masalah keuangan.

Orang yang mudah tersinggung dan gampang marah akan senantiasa dipertemukan oleh Allah dengan orang yang akan membuatnya tersinggung dan marah sampai ia
bisa memperbaiki titik kelemahannya itu sehingga menjadi tidak mudah tersinggung dan tidak pemarah.

Orang yang selalu berlambat-lambat menghadiri pertemuan forum dakwah karena alasan istri, anak, mertua, atau tamu akan senantiasa dipertemukan dengan perkara ‘mertua datang,
tamu datang silih berganti’ di saat ia akan berangkat .. terus begitu sampai ia memilih prioritas bagi aktivitasnya apakah kepada dakwah atau kepada perkara-perkara lain.

Kita semua harus memahami dan mengatasi segala kelemahan diri di jalan dakwah ini. Ingatlah, mushaf Al-Quran tidak akan pernah terbang sendiri kemudian datang dan
memukuli orang-orang yang bermaksiat.

Sungguh teramat merugi...mereka yang mengikuti hawa nafsu kemudian pergi meninggalkan kebersamaan dlm dakwah ilallah, tanpa mau bersabar sebentar dalam ujian keimanan. Tanpa mau mencoba bertahan sebentar dalam dekapan ukhuwah..​
Dan sungguh, kecewa itu biasa dan manusiawi. Yang luar biasa, siapa saja yang mampu beristighfar lalu berlapang dada serta bertawakkal pada-Nya.​ ​
Memang...​ ​ Dakwah ini berat...karenanya ia hanya mampu dipikul oleh mereka yang memiliki hati sekuat baja..

memiliki kesabaran lebih panjang dari usianya.
Memiliki kekuatan yang berlipat.
Memiliki keihklasan dalam beramal yang meninggi.
Memiliki ketabahan seluas lautan, memiliki keyakinan sekokoh pegunungan.​ ​
Siapapun takan pernah bisa bertahan...melalui jalan dakwah ini...mengarungi jalan perjuangan...kecuali dengan KESABARAN!!!​
Karenanya...​ Tetaplah disini...dijalan ini...bersama kafilah dakwah ini. Seberat apapun perjalanan yang harus ditempuh...sebesar apapun pengorbanan untuk menebusnya...tetaplah disini...
Buanglah hawa nafsu dalam mengarungi perjalanannya, karena telah banyak yang bergugugran karenanya. Gandenglah selalu iman kemana saja kita melangkah, karena iman akan menjagamu setiap waktu.​ ​ Seburuk apapun, sekeruh apapun kondisi kapal
layar kita, jangan lah sekali2 mencoba untuk keluar dari kapal layar ini dan memutuskan berenang
seorang diri...karena pasti kau akan kelelahan dan memutuskan menghentikan langkah yang pada akhirnya tenggelam disamudra kehidupan...​
Jika bersama dakwah saja...kau serapuh itu...bagaimana mungkin dengan seorang diri ? Sekuat apa kau jika seorang diri...???"

Wednesday, May 14, 2014

Lelaki Sholeh Belum Tentu Suami yang Sholeh dan Tepat~

mengutip dari blog tetangga mengenai jodoh :)
smoga bisa buat masukan ke depan ...

Di program acara Islam Corner Radio Madina FM – radio Masjid Agung Jami’ Malang, saya pernah mendapatkan pertanyaan seperti ini: “Mau tanya, bagaimana menentukan laki-laki yang bisa jadi kepala rumah tangga setelah menikah nanti? Terima kasih.”

Pertanyaan senada, meski agak berbeda, saya terima di ponsel. Bunyinya – setelah saya edit format tulisan ala SMS yang banyak singkatannya, “Assalamu’alaikum. Kami mau tanya, sebenarnya aku sudah berkeluarga tapi aku suka atau kagum sama orang yang pintar mengaji, terimakasih.”

Saya sudah kasih jawaban melalui SMS juga pada si penanya. Kurang lebih, “Kagumi ilmu, mengaji dan amaliahnya, untuk ditiru. Bukan kagum dalam hal lain untuk tujuan lain.”

Saudari penanya membalas, “Jujur pernah muncul di hati seandainya aku punya imam seperti itu, yang bisa mendidikku tentang ilmu agama yang lebih dalam. Betapa tenangnya hati ini.”

Mendapatkan dua pertanyaan dari dua penanya yang berbeda itu, saya punya kesimpulan, seorang wanita pastinya mengharapkan seorang lelaki shalih untuk menjadi suaminya. Hal ini tentu baik. Namun, ketika dia sudah mendapatkan seorang suami, apakah masih pantas dia membayangkan lelaki lain untuk menjadi suaminya, meski dengan alasan lelaki lain itu – menurut pandangan pribadinya – lebih baik dari suaminya? Kita khawatir perasaan seperti ini akan menjadikan seseorang tidak mengalah pada takdirnya, setelah sebelumnya dia sudah berikhtiar.

Saya ingin menuliskan inti jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut di sini, untuk berbagi dengan yang lain. Semoga bermanfaat.

Nabi Muhammad, dalam hidupnya, juga sering menjadi tukang jodoh. Banyak riwayat yang menjelaskan hal itu, misalnya kisah perjodohan Julaibib dan lainnya. Nah, setelah mengamati apa yang dilakukan Nabi, berikut keterangan-keterangan dalam agama, kita sampai pada satu kesimpulan, ternyata dalam penilaian Nabi, lelaki shalih itu belum tentu menjadi suami shalih. Dengan ujaran lain, tidak semua lelaki baik, dapat menjadi suami yang baik!

Suami shalih, maknanya lebih luas dari pada lelaki shalih. Lelaki shalih adalah orang yang selalu melaksanakan perintah Allah baik lahir maupun batin. Misalnya, ia selalu berjama’ah di masjid, perilaku dan tutur katanya islami, meninggalkan hal-hal yang haram. Namun, dalam memberikan penilaian tentang siapa lelaki shalih itu, yang bisa kita lakukan hanya dari sisi lahiriahnya.

Secara lahiriah seseorang dapat dinilai sebagai orang beragama. Namun bisa saja dia ternyata tipe orang yang mudah marah, sering menghina dan merendahkan orang, ucapannya pahit, dan sebagainya. Hal ini tentu dapat menganggu ketenangan dan kebahagiaan rumah tangga.

Saya tandaskan pada saudari penanya, seseorang kelihatannya beragama dan berakhlaq baik. Namun ia memiliki beberapa sifat yang tidak cocok bagi Anda. Sebaliknya, justru ia cocok untuk orang lain, bukan untuk Anda.

Misalnya, lelaki itu bawaannya serius, sangat pendiam, melankonis, sulit tertawa, memiliki pergaulan sosial terbatas. Sedang Anda memiliki karakter sebaliknya: seorang sosialita, aktifis muslimah yang senang bergaul dengan yang lain, suka humor, dan sebagainya.

Saya tidak mengatakan sifat lelaki tersebut jelek. Namun sifat itu bagi Anda yang memiliki sifat yang saya contohkan tadi, bisa membuat Anda kurang nyaman dalam mengarungi rumah tangga.

Karena itulah, Nabi mengatakan (yang artinya): “Jika datang padamu lelaki yang kau ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tak kau lakukan, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang panjang.” (HR Turmudzi dan Ibnu Majah)

Perhatikan, Nabi tidak mengatakan “Jika datang padamu lelaki beragama dan akhlaknya baik”. Namun Nabi mengatakan, “Jika datang padamu lelaki yang kau ridhai agama dan perangainya”.

Apa bedanya?

Pernyataan pertama – dan itu tidak diucapkan Nabi – bermakna, orang tua harus menikahkan anaknya dengan lelaki shalih, dan bahwa lelaki shalih itu pasti akan menjadi suami shalih. Namun pernyataan kedua – yang diucapkan Nabi – memberikan pengertian pada kita bahwa orang tua dalam memilih calon menantu, syaratnya harus ridha terhadap agama dan perangainya, karena memang tidak semua lelaki shalih, kau setujui cara beragama dan perangainya. Jadi, ada unsur penilaian manusia di sini. Sedang penilaian manusia itu hanya terbatas pada sesuatu yang lahiriah atau yang tampak.

Kisah Fathimah binti Qays akan menjelaskan hal ini. Suatu saat, ia dilamar dua lelaki. Tak tanggung tanggung, yang melamar beliau adalah dua pembesar sahabat, yaitu Mu’awiyah dan Abu al-Jahm. Setelah dikonsultasikan kepada Rasulullah, apa yang terjadi? Nabi menjelaskan, baik Mu’awiyah maupun Abu al-Jahm, tidak cocok untuk menjadi suami Fathimah binti Qays.

Apa yang kurang dari Mu’awiyah dan Abu al-Jahm? Padahal keduanya adalah lelaki shalih dan memiliki keyakinan agama yang baik. Namun Nabi tidak menjodohkan Fathimah dengan salah satu dari keduanya, karena Nabi mengetahui karakter Fathimah, juga karakter Mu’awiyah dan Abu al-Jahm.

Lebih lanjut, Nabi menawarkan agar Fathimah menikah dengan Usamah bin Zaid, seorang sahabat yang sebelumnya tidak masuk “nominasi” Fathimah. Setelah Fathimah menikah dengan pilihan Nabi itu, apa yang dikatakannya setelah itu? Fathimah mengatakan, “Allah melimpahkan kebaikan yang banyak pada pernikahan ini dan aku dapat mengambil manfaat yang baik darinya.”

Jadi, kepala rumah tangga yang ideal bagi Anda dan seluruh wanita muslimah adalah: Pertama, lelaki shalih. Kedua, memiliki perangai yang sesuai dengan karakter Anda, dan ini nisbi atau relatif, yang tidak mungkin bisa dijawab kecuali oleh Anda sendiri.

Keshalihan seorang lelaki memang menjadi syarat bagi wanita yang ingin menikah. Namun, itu saja tak cukup. Perlu dilihat kemudian munasabah (kesesuaian gaya hidup, meski tak harus sama), musyakalah (kesesuaian kesenangan, meski tak harus sama), muwafaqah (kesesuaian tabiat dan kebiasaan). Sekali lagi, aspek kedua ini sifatnya relatif, tidak bisa dijawab kecuali oleh wanita yang akan menikah dan keluarganya. Oleh karena itu, kalau ada yang datang melamar, tanyakanlah karakter dan perangainya pada orang-orang yang mengetahuinya, baik dari kalangan keluarga atau teman-temannya.

Terakhir, bagi yang belum menikah dan sedang “mencari jodoh”, agama mensyari’atkan adanya musyawarah dan istikharah. Lakukanlah keduanya! Sementara bagi yang sudah menikah, terimalah keberadaan suami Anda apa adanya, karena menikah itu “satu paket”: paket kelebihan dan paket kekurangan dari pasangan. Tinggal bagaimana Anda menyikapi kelebihan dan kekurangan itu. Orang bijak menyikapi kelebihan dengan syukur, menyikapi kekurangan dengan sabar. Orang bijak itu “pandai mengubah kotoran yang tidak bermanfaat menjadi pupuk yang bermanfaat”.

Sesuatu yang baik dari suami, ajaklah dia untuk makin meningkatkannya. Sedang yang jelek darinya, bersama Anda, hilangkan dari lembar kehidupannya. Janganlah memikirkan lelaki lain. Karena boleh jadi lelaki lain itu dalam pandangan Anda baik, namun ternyata ia tak baik dan tak cocok untuk menjadi suami Anda.

Boleh jadi Anda melihat sepasang suami istri yang hidupnya bahagia. Lalu, Anda berkhayal seandainya lelaki itu yang menjadi suami Anda, pasti hidup Anda akan bahagia. Wah, itu belum tentu. Karena ternyata, bisa jadi lelaki itu memang cocok untuk perempuan yang sekarang menjadi istrinya, namun tidak sesuai bila menjadi suami Anda.

Satu yang pasti, percayalah bahwa pasangan hidup Anda adalah manusia terbaik yang diberikan Allah untuk Anda!

Oleh : Ustadz Faris Khairul Anam

Friday, May 9, 2014

Perempuan dengan sosok sempurnanya


Perempuan yang cerdas dan pandai akan lebih banyak membawa manfaat, tidak hanya bagi keluarganya namun juga bagi umat (sekitarnya).
Contoh kecil saja, jika perempuan hanya terkungkung pada stigma-stigma yang tidak memberdayakan, bagaimana kelak jika ia menikah dan mempunyai seorang anak, kemudian ia tidak tahu bagaimana mendidik anaknya sesuai dengan zamannya?
Bagaimana menyampaikan hal yang positif bagi anaknya? Belum lagi bagaimana pula jika sang suami tiba-tiba di PHK, meninggal atau terkena musibah lain yang membuat suami jadi tidak bias produktif kembali?.

Jika perempuan tidak cerdas dan pandai maka sudah dapat di bayangkan akan seperti apa keadaan keluarganya. Namun jika si perempuan adalah seorang yang cerdas dan pandai, maka insyaAllah ia akan menjadi pelengkap yang luar biasa bagi anak dan suami nya kelak, bahkan dalam kondisi tidak baik sekalipun.
Saya cukup mengerti, mungkin saja stigma lain yang juga berkembang di masyarakat adalah, jika perempuan cerdas dan pintar akan careless terhadap rumah tangga dan keluarganya.
Nah, inilah tantangan bagi para perempuan, terutama muslimah, untuk bagaimana tetap bisa mempertanggung jawabkan kodratnya. Tidak ada larangan untuk menuntut ilmu setinggi mungkin dan merengkuh cita-cita bahkan impian sekalipun, namun yang perlu diingat adalah tanggung jawab terhadap keluarga dan rumah tangga kelak jangan sampai terabaikan.

Contoh yang luar biasa adalah sosok seorang Khadijah dan juga Aisyah. Dua orang wanita yang pintarnya luar biasa. Khadijah seorang entrepreneur wanita yang sangat sukses, namun tetap menyadari kodratnya sebagai seorang istri Muhammad dan juga ibu bagi anak-anaknya.
Tidak kalah dengan Khadijah, sosok Aisyah, yang dikatakan dalam salah satu buku “Ensiklopedi Leadership & Manajemen Muhammad SAW : Edisi Membina Keluarga Harmonis ala Rasulullah” bahwa kepintaran Aisyah sangat luar biasa. Bahkan ada salah satu hadis mengatakan bahwa kepintaran Aisyah di ibaratkan dengan gabungan kepintaran seluruh wanita di dunia.
Bisa dibayangkan betapa pintarnya sosok Aisyah. Namun disisi lain betapapun pintarnya Aisyah, ia tahu betul bagaimana kodratnya sebagai istri.

Dan ingat, setinggi apapun ilmu Anda duhai para perempuan, Anda tetaplah seorang makmum bagi suami anda, jadi tetaplah menjadi istri dan ibu yang bijak, baik serta pelengkap yang menyempurnakan bagi suami dan anak-anak Anda kelak.
ibuk sama bapak  sering ngingetin juga, hoka harus berpendidikan, pintar dalam hal apapun (multitasking), pandai menempatkan diri, dan wajib patuh hormat sayang suami.. sepandai pandainya kamu nduk, harus bs masak dan melayani suami dengan tulus hati .. aamiin, i will :)

Thursday, May 8, 2014

noted parenting

catatan yang bagi saya sekarang mungkin belum seberapa penting, tp Insha Allah bila diberi amanah untuk menjadi orang tua nantinya catatan ini akan sangat membantu :)
Sistem pendidikan Indonesia memang buruk sekali. Tapi bila ortu tetap memilih menyekolahkan anak, pesan saya, jangan tambah anak tekanan di rumah. Di sekolah, anak sudah sangat tertekan, jadi ketika pulang, usahakan semaksimal mungkin agar anak nyaman, tidak dibebani hal-hal yang membuatnya semakin tertekan.
Perhatikan bahasa tubuh anak kalau ibu ingin bicara. Kalau dia terlihat lelah atau gundah, jangan langsung ditanya-tanya dulu. Ketika anak pulang sekolah, lelah, jangan bombardir dengan omelan. Peluk dan ciumlah dia. Yakinkan dia, bahwa dia anak istimewa buat ortu dan akan selalu dicintai. Buat hatinya tenang dan senang dulu. Setelah istirahat, suasana hatinya baik, barulah ajak ngobrol serius.
Misal, anak pulang telat. Ibu jangan langsung bentak dan marah-marah. Tunggu dulu sampai semua nyaman, anak kenyang makan, tidur sebentar, baru sampaikan baik-baik betapa ibu tadi khawatir karena anak pulang telat, lalu diskusikan dan bikin perjanjian agar tidak terulang lagi.
*dan orang tua tak perlu  takut atau marah-marah jika hasil ujian anaknya buruk, mungkin dia memiliki keunggulan lain.. sabar dan terus gali potensi anak, yang terpenting attitude si kecil harus benar-benar ditanamkan saat balita, karena merupakan base to build character.